Alergi Makanan pada Anak
Desi Hariana | 28 Desember 2020
Alergi makanan terjadi kala sistem imunitas tubuh memberikan respons yang berlebihan terhadap unsur tertentu dari makanan. Gejala yang timbul bisa sangat beragam, mulai dari gatal-gatal, gangguan pencernaan, sesak napas, hingga gejala yang membahayakan jiwa yaitu syok anafilaksis.
Cukup banyak diderita anak
Alergi makanan ini lebih banyak ditemukan pada anak batita (6-8%), sedangkan yang muncul pada orang dewasa diperkirakan hanya sekitar 3%. Walaupun tak ada obatnya, umumnya alergi makanan pada anak ini akan hilang dengan sendirinya seiring dengan pertambahan usia anak.
The American College of Allergy, Asthma & Immunology menyampaikan bahwa alergi makanan yang paling umum diderita anak adalah terhadap susu, telur, dan kacang. Walaupun bisa saja pada makanan lain seperti makanan laut atau susu sapi.
Gejala alergi makanan
Reaksi alergi yang muncul biasanya terjadi antara beberapa menit hingga 2 jam setelah seseorang makan makanan yang menjadi alergen (zat penyebab alergi). Gejala yang paling sering muncul dari alergi makanan pada anak:
- rasa geli atau gatal di mulut
- merah dan gatal-gatal di kulit atau eksim
- pembengkakan di bibir, wajah, lidah, tenggorokan, atau bagian tubuh lainnya
- bunyi mengi atau gangguan pernapasan
- sakit perut, diare, mual, atau muntah
- pusing atau pingsan.
Berhati-hatilah dengan gejala syok anafilaksis karena dibutuhkan penanganan sesegera mungkin untuk menyelamatkan jiwa anak. Gejala yang dapat terlihat:
- anak memegang tenggorokan dan napas tersenggal-senggal
- sulit berbicara
- jika diraba denyut nadinya semakin cepat
- anak mengeluh pusing atau kehilangan kesadaran
Segera bawa anak ke IGD. Bagi anak dengan kemungkinan terkena syok anafilaksis, sangat dianjurkan untuk dibekali suntikan epinefrin (contohnya EpiPen). Epinefrin membantu merelaksasi jalur napas dan menjaga tekanan darah tidak turun drastis.
Diagnosis alergi makanan pada anak
Untuk mendiagnosis alergi makanan, dokter anak akan bertanya beberapa hal yang biasanya terjadi kala anak mengalami alergi. Contohnya:
- riwayat alergi dalam keluarga
- gejala apa yang muncul pada anak setelah makan makanan alergen
- berapa lama hingga reaksi alergi muncul
- makanan apa yang orang tua duga menjadi penyebabnya
- apakah makanan tersebut telah diproses dengan baik (benar-benar matang), dan lain sebagainya).
Untuk membantu dokter mendiagnosis alergi makanan pada anak, orang tua dapat melakukan tes eliminasi pada anak. Caranya dengan tidak memberikan makanan yang diduga menjadi penyebab selama sekitar seminggu, lalu berikan lagi dalam jumlah sedikit. Perhatikan apakah gejalanya muncul. Jika jawabannya ‘Ya’, berarti kemungkinan besar anak alergi terhadap makanan tersebut. Uji elminasi ini harus dilakukan satu persatu dengan makanan yang diduga menjadi alergen. Tidak bisa diberikan sekaligus.
Jika orang tua ingin anak menjalani tes alergi seperti skin prick test, konsultasikan terlebih dahulu ke dokter karena tes ini dapat membuat anak tak nyaman. Umumnya anak baru bisa dites pada usia 2 tahun.
Intoleransi makanan
Banyak yang salah menduga gejala yang dialami anak sebagai alergi padahal sebenarnya intoleransi makanan. Perbedaannya terletak pada imunitas tubuh. Intoleransi makanan tidak berhubungan sama sekali dengan mekanisme imunitas tubuh. Gejalanya memang mirip, mulai dari mual, muntah, kram, hingga diare. Namun gejala biasanya lebih lama muncul dibandingkan alergi. Intoleransi makanan umumnya berhubungan dengan gangguan pada enzim yang bertugas ‘memecah’ makanan agar bisa diserap tubuh. Atau bisa juga karena adanya penyakit tertentu seperti Celiac.
Penanganan alergi makanan
Satu-satunya cara untuk mengatasi alergi adalah dengan menghindari alergen yang menjadi penyebab reaksi alergi. Namun jika hal ini masih sering terjadi secara tak sengaja, dokter biasanya akan meresepkan antihistamin untuk mengurangi gejala. Selain itu ada suntikan epinefrin bagi yang memiliki riwayat reaksi alergi parah untuk mengatasi syok anafilaksis.
Referensi: