Bayi Lahir Kurang Oksigen
Desi Hariana | 22 September 2022
Bayi lahir kurang oksigen dikenal juga dengan istilah asfiksia kelahiran (birth asphyxia), yaitu kondisi kurangnya asupan oksigen dan aliran darah ke otak yang terjadi pada bayi sebelum, saat, hingga setelah dilahirkan. Sering disebut juga sebagai asfiksia prenatal, atau neonatal.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia, WHO, kondisi bayi lahir kurang oksigen merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi dan diperkirakan menyebabkan sekitar 900 ribu kematian bayi setiap tahunnya. Penyebab utama asfiksia pada bayi adalah akibat adanya komplikasi kelahiran.
Penyebab bayi lahir kurang oksigen
Berbagai faktor dapat menyebabkan bayi mengalami asfiksia. Berikut adalah beberapa diantaranya:
- Tali pusat ‘lahir’ lebih dahulu dari bayi.
- Adanya tekanan pada tali pusat.
- Sindroma bayi menghirup air ketuban yang telah tercampur dengan mekonium (feses pertamanya).
- Lahir prematur (sebelum 37 minggu) dan paru-paru belum berkembang sempurna.
- Masuknya cairan ketuban ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi alergi.
- Sobekan yang terjadi pada dinding rahim.
- Infeksi saat kelahiran atau proses melahirkan yang sulit dan lama.
- Tekanan darah ibu terlalu tinggi atau terlalu rendah saat kehamilan.
- Anemia pada bayi atau tidak cukup oksigen di tubuh ibu baik sebelum dan ketika melahirkan.
Tanda-tanda bayi lahir kurang oksigen
Pada kondisi asfiksia, ada beberapa tanda yang dapat diperhatikan pada bayi, seperti:
- Tidak bernapas atau bernapas dengan lemah.
- Warna kulit kebiruan, keabuan, atau lebih pucat dari normal.
- Detak jantung bayi lemah.
- Kekuatan otot juga lemah.
- Refleks yang kurang baik.
- Terlalu banyak asam dalam darah (asidosis).
- Cairan ketuban tercemari oleh mekonium.
- Bayi mengalami kejang.
Kondisi ini dapat menjadi perhatian kala bayi baru lahir melalui pemeriksaan yang disebut tes APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration) dengan nilai yang diberikan antara 0-10. Jika skor APGAR bayi antar 0-3 selama lima menit, dapat diindikasikan bahwa bayi mengalami asfiksia.
Merawat bayi yang mengalami kekurangan oksigen kala lahir
Bayi lahir kurang oksigen adalah hal yang serius. Penanganan bayi lahir dengan kondisi asfiksia tergantung pada berat atau ringannya kondisi yang dialami. Dalam kondisi tertentu bahkan perlu dilakukan tindakan kedaruratan seperti pemberian oksigen saat ibu dalam proses melahirkan, melakukan operasi Caesar, menyedot cairan di dalam saluran napas ketika bayi lahir, hingga penggunaan respirator.
Bagi bayi dengan asfiksia berat, perawatan dapat berupa menaruh bayi pada ruang hiperbarik dengan oksigen 100%, menggunakan obat-obatan untuk kondisi kejangnya, dialisis atau cuci darah, memberikan cairan infus, menginduksi hipotermia untuk menghindari kerusakan otak, bahkan pemasangan alat untuk mendukung kerja paru dan jantung.
Efek jangka pendek dan jangka panjang
Penanganan yang cepat pada bayi lahir kurang oksigen sangat menentukan dampak komplikasi kesehatan yang dialaminya di kemudian hari. Efek jangka pendek dari asfiksia:
- Asidosis, penumpukan asam yang terkumpul di darah akibat kekurangan oksigen.
- gangguan pernapasan
- tekanan darah tinggi
- masalah penggumpalan darah
- gangguan ginjal.
Efek jangka panjang dari asfiksia tergantung pada tingkat keparahannya. Jika bayi lahir kurang oksigen selama sekitar lima menit, ada risiko terjadinya kerusakan pada otak. Menurut sebuah penelitian di tahun 2011, asfiksia ringan hingga sedang dapat menyebabkan gangguan kognitif dan perilaku di masa anak-anak, remaja, hingga dewasa.
Efek jangka panjang asfiksia:
- hiperaktivitas
- autism spectrum disorder
- kurangnya perhatian
- skor kecerdasan yang rendah
- schizophrenia
- gangguan psikotik saat dewasa.
Pada asfiksia yang sangat parah, dapat menyebabkan disabilitas intelektual, cerebral palsy, epilepsi, hingga gangguan penglihatan dan pendengaran.
Bayi lahir kurang oksigen yang mendapat penanganan cepat dapat sembuh secara total. Namun sekitar 30% dari kasus asfiksia dapat berakhir dengan kematian. Dengan pemeriksaan kehamilan secara teratur dan pemeriksaan bayi saat dan setelah lahir, akan sangat mengurangi risiko terjadinya asfiksia pada bayi.
Referensi: