Jenis Kejang pada Anak
Desi Hariana | 21 Juni 2021
Otak kita terdiri dari milyaran sel saraf yang disebut neurons dan saling berkomunikasi satu sama lain melalui kejutan listrik kecil. Dalam kondisi tertentu, sekelompok sel mengirimkan kejutan listrik secara bersamaan dan menyebabkan gelombang listrik abnormal di otak. Kondisi ini membuat otak kewalahan dan menyebabkan kejang. Hal ini bisa berimplikasi pada kaku otot, pingsan, perilaku abnormal, dan gejala lainnya.
Semua orang, tak terbatas usia atau jender, dapat mengalami kejang. Penyebab kejang dapat berupa demam, kurang oksigen, trauma kepala, penyakit, dan lain sebagainya.
Kejang yang dapat terjadi pada anak
Ada beberapa jenis kejang pada anak yang perlu orangtua ketahui. Kejang pada anak dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok besar yaitu focal (sebagian) dan generalized (umum). Berikut adalah pembagiannya:
1. Kejang Focal/Parsial
Gangguan terjadi di satu sisi otak saja, namun bisa juga di beberapa area. Beberapa anak melihat atau merasakan aura saat akan mengalami kejang. Bentuknya dapat berupa perasaan tertentu, déjà vu, ketakutan, atau eforia. Bisa juga berbentuk gangguan penglihatan, penciuman, atau pendengaran.
Jenis kejang ini dibagi menjadi:
- Kejang focal sederhana. Berlangsung kurang dari 1 menit. Gejala yang diperlihatkan tergantung area otak yang mengalami gangguan.
- Kejang focal kompleks. Biasanya terjadi di temporal lobe, bagian otak yang mengontrol emosi dan memori. Kejang terjadi 1-2 menit dan anak kehilangan kesadaran disertai perilaku tertentu. Misalnya rahang kaku, bibir menutup membuka, lari, berteriak, menangis, atau tertawa. Ketika tersadar kembali ia akan merasa lelah atau mengantuk (disebut postictal period).
2. Kejang Umum
Kejang ini terjadi pada kedua belah otak (kanan dan kiri). Anak kehilangan kesadaran dan mengalami postictal period setelahnya. Ada beberapa jenis kejang yang masuk ke dalam kategori ini:
- Kejang absens (petit mal). Anak mengalami ‘jeda’ kesadaran dan terlihat seperti sedang bengong (staring). Postur tak berubah walau mulut atau wajah mungkin bergerak dan mata mungkin mengerjap. Kejang umumnya terjadi kurang dari 30 detik. Saat kejang selesai, anak meneruskan aktivitasnya seperti tak terjadi apapun. Biasanya muncul di usia 4-12 tahun dan dapat terjadi beberapa kali sehari.
- Kejang atonik. Saat kejang otot melemah, anak dapat terjatuh jika dalam posisi berdiri atau kepalanya terkulai saat duduk. Ketika kejang terjadi, tubuh anak tidak responsif.
- Kejang umum tonik-klonik (grand mal/GTC). Memiliki karakteristik lima fase berikut; kontraksi (tubuh termasuk tangan dan kaki), meregang, bergetar, klonik (menegang dan relaks secara bergantian), diakhiri postictal period. Setelah kejang anak dapat mengantuk, mengalami gangguan bicara atau penglihatan, sakit kepala, lelah, atau badannya terasa sakit/pegal.
- Kejang mioklonik. Tipe kejang ini adalah gerakan yang cepat dan tiba-tiba dari sekelompok otot. Biasanya terjadi dalam klaster, yaitu beberapa kali sehari, atau dalam beberapa hari berturut-turut.
- Kejang infantil (bayi). Ditemukan pada bayi di bawah 6 bulan dan terjadi kala ia baru bangun atau hendak tidur. Bayi mengalami gerakan abnormal di leher, badan, atau kaki, selama beberapa detik. Jika bayi sering mengalami hal ini, dapat menjadi pertanda ada masalah cukup serius dan perlu diperiksakan lebih lanjut.
- Kejang demam (febrile). Umum terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun yang biasanya memiliki riwayat kejang demam dari orang tuanya. Kejang demam sederhana (kurang dari 15 menit) tak perlu dikhawatirkan, sedangkan kejang demam kompleks (lebih dari 15 menit) dapat berpengaruh jangka panjang pada sistem saraf anak.
Epilepsi terjadi jika anak kejang lebih dari sekali dengan alasan yang tidak diketahui. Namun untuk pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut, Anda sebaiknya segera membawa Si Kecil untuk berkonsultasi dengan dokter saraf anak.
Referensi: