Kuantitas dan Kualitas Sel Telur
Anissa Aryati | 27 April 2021
Pada prinsipnya, kuantitas sel telur akan memengaruhi probabilitas atau kemungkinan terjadinya kehamilan. Sedangkan kualitas telur yang baik akan menghasilkan embrio yang baik pula. Sekitar 95% kualitas embrio bersumber dari sel telur. Embrio harus cukup kuat untuk dapat bertahan di tahap-tahap awal pertumbuhannya. Itu sebabnya kuantitas dan kualitas sel telur sangat berpengaruh terhadap kesuksesan kehamilan.
Siklus dari kuantitas sel telur
Saat seorang bayi perempuan lahir, ia memiliki 1-2 juta sel telur di dalam ovariumnya, dan jumlah ini akan menurun terus sepanjang hidupnya. Saat ia memasuki masa pubertas (remaja), jumlah sel telur ini tersisa 300-500 ribu. Dalam rentang waktu sejak masa remaja hingga menopos, perempuan rata-rata akan menghasilkan (berovulasi) sebanyak 400-500 telur.
Puncak kuantitas telur yang dihasilkan perempuan adalah di rentangusia 20-an hingga 30-an. Setelah usia tersebut, kuantitasnya akan menurun. Penurunan yang signifikan biasanya terjadi di pertengahan usia 30-an. Dampaknya, kemungkinan terjadinya kehamilan akan secara signifikan juga menurun, terutama setelah usia 37 tahun.
Menurunnya kuantitas telur yang dihasilkan atau DOR (diminished ovarian reserve) ini dapat juga terjadi para perempuan yang lebih muda, atau disebut dengan POA (premature ovarian aging).
Kualitas sel telur sangat penting
Kualitas sel telur dilihat dari kromosom yang dimilikinya. Sel telur yang normal dengan jumlah kromosom 23 disebut euploid, sedangkan sel telur dengan jumlah kromosom abnormal (lebih atau kurang dari 23) disebut aneuploid. Jika terjadi pembuahan antara sel sperma dan sel telur aneuploid, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, embrio tak dapat tumbuh normal dan terjadi keguguran, atau embrio bertahan namun janin tidak normal, bayi yang dilahirkan dapat mengalami Down Syndrome atau kelebihan kromosom 21.
Seiring dengan bertambahnya usia, jumlah sel telur aneuploid akan bertambah dan euploid menurun. Di usia 25 tahun perempuan menghasilkan 75% sel telur euploid, usia 35 tahun menurun menjadi hanya 50% sel telur euploid, dan di usia 40 tahun hanya sekitar 10-15% saja sel telur euploid yang dihasilkan ovarium. Kondisi lain yang dapat menurunkan kualitas telur adalah PCOS (polycystic ovarian syndrome) yang dipengaruhi oleh kondisi hormon.
Tes fertilitas perempuan
Ada beberapa tes untuk memperkirakan kuantitas sel telur yang dihasilkan ibu, yaitu:
1. The AMH (Anti-Mullerian Hormone) Test
Setiap sel telur yang ada di dalam ovarium ibu hidup di dalam folikel atau kantung berisi cairan yang mendukung pematangan telur juga produksi hormon. AMH adalah salah satu hormon yang dihasilkan folikel. Tingkat AMH ini membantu dokter menghitung jumlah folikel dalam ovarium. Tingkat AMH yang tinggi tentunya meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan.
2. The FSH (Follicle Stimulating Hormone) Test
FSH dihasilkan oleh kelenjar pituitary di otak. Hormon ini mendorong pertumbuhan folikel di ovarium, yang kemudian juga mendorong produksi hormon pendukung pematangan telur seperti AMH, estrogen, dan progesteron. FSH pada perempuan berfluktuasi saat siklus menstruasi dan naik secara tajam sebelum ovulasi. Jika tingkat FSH tidak seperti seharusnya, dokter perlu mencari penyebabnya karena hal ini dapat menyulitkan terjadinya kehamilan.
3. Transvaginal Ultrasound
USG transvaginal dapat membantu dokter melakukan AFC (resting/antral follicle count). Prosedur dilakukan antara hari ketiga hingga ke-12 dari siklus menstruasi dengan menghitung jumlah folikel berukuran 4-9 mm di kedua ovarium. Ini adalah sel telur yang berpotensi matang dan siap berovulasi. Jika hitungannya rendah, dapat menjadi pertanda adanya penurunan kuantitas maupun kualitas sel telur.
Sebaiknya ibu berkonsultasi secara intensif dengan dokter kandungan untuk mencari tahu lebih jauh mengenai status kuantitas maupun kualitas sel telur ibu. Terutama jika hendak menjalani prosedur inseminasi buatan.
Referensi: