Perbedaan Kecemasan dan Depresi
Desi Hariana | 23 Mei 2022
Kesehatan fisik memang penting kita jaga, namun jika kesehatan mental kita terganggu, efeknya akan sama merusak dan menyebabkan kita sulit menjalankan kegiatan sehari-hari. Dua dari berbagai gangguan mental yang sering muncul, terutama di masa pandemi ini, adalah gangguan kecemasan dan depresi. Keduanya memiliki beberapa gejala yang mirip sehingga agak sulit dibedakan.
Mari kita pelajari lebih lanjut, apa saja perbedaan kecemasan dan depresi yang perlu kita ketahui.
Gangguan kecemasan
Gejala umum dari gangguan kecemasan atau anxiety disorder yang sering muncul adalah sebagai berikut:
- ketakutan berlebihan
- rasa gelisah
- mudah merasa lelah
- sulit berkonsentrasi
- sensitif
- mengalami gangguan tidur
- ketegangan otot.
Jika Anda mengalami gejala ini hampir setiap hari selama enam bulan, dan menyebabkan sulit melakukan aktivitas sehari-hari, kemungkinan besar Anda mengalami gangguan kecemasan. Jenis lain dari gangguan kecemasan adalah ketakutan berpisah (separation anxiety), gangguan panik, fobia, dan lainnya.
Gangguan depresi
Gangguan ini juga sering disebut sebagai MDD (major depressive disorder) dan memiliki gejala sebagai berikut:
- perasaan tertekan/sedih
- tidak tertarik melakukan aktivitas apapun
- nafsu makan naik atau turun
- insomnia atau hipersomnia (selalu mengantuk)
- bergerak perlahan/ tak bergairah
- sering merasa lelah atau tak berenergi
- merasa bersalah atau tak berguna
- sulit berkonsentrasi
- berpikir tentang bunuh diri (bahkan mungkin pernah mencobanya).
Diagnosis baru dapat ditegakkan apabila seseorang mengalami lima atau lebih dari gejala di atas selama setidaknya dua minggu. Gejala lain yang mirip dengan gangguan depresi adalah distimia (persistent depressive disorder), gangguan PMS (premenstrual), atau gangguan mental yang diakibatkan oleh penyakit lain.
Persamaan serta perbedaan kecemasan dan depresi
Baik kecemasan maupun depresi sangat umum terjadi, baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Kadang juga dapat muncul bersamaan dalam diri seseorang. Jika kita perhatikan, memang ada beberapa gejala yang mirip antara keduanya seperti gangguan tidur, gangguan konsentrasi, kelelahan, dan rasa gelisah atau cemas.
Mereka yang mengalami kecemasan berisiko tinggi mengalami depresi, begitu pula sebaliknya. Itu sebabnya sekitar 50-60% dari mereka yang didiagnosis menderiita gangguan kecemasan juga mengalami gejala depresi, atau sebaliknya. Stres dan trauma masa kecil dapat memicu terjadinya kecemasan dan depresi. Keduanya disinyalir berasal dari struktur atau proses yang sama yang terjadi di otak dan terkait juga dengan genetik.
Namun demikian, ada beberapa hal yang merupakan perbrdaan kecemasan dan depresi. Mereka yang mengalami depresi bergerak dengan cara yang lambat, reaksi mereka juga umumnya dingin, terlihat tidak tertarik. Sedangkan mereka yang mengalami ganggual kecemasan justru seperti selalu siaga, karena mereka sibuk mengatasi pikiran yang bergerak cepat.
Perbedaan lainnya yang terlihat adalah, bagi orang yang mengalami kecemasan, ada perasaan takut akan apa yang terjadi di masa depan. Sedangkan pada orang yang depresi (dan tidak mengalami kecemasan), mereka justru tidak memikirkan masa depan karena sudah yakin bahwa semuanya akan menjadi lebih buruk. Dengan kata lain, mereka menilai masa depan berdasarkan apa yang dirasakan saat ini.
Pengobatan bagi kecemasan dan depresi
Dalam mengobati kecemasan maupun depresi, dari sisi psikoterapi umumnya dilakukan CBT (cognitive behavioral therapy). CBT fokus membantu orang dengan gangguan kecemasan atau depresi untuk mengubah cara berpikir maupun cara bersikap untuk menghilangkan gejala. Walaupun pendekatan setiap orang tentunya berbeda.
Pada gangguan kecemasan, CBT bertujuan untuk mendorong penderita untuk menghadapi rasa takutnya alih-alih menghindarinya. Sedangkan dalam kasus gangguan depresi, CBT membantu penderita untuk merasakan emosi positif.
Pilihan lainnya adalah terapi psikodimanik dimana orang yang mengalami kecemasan atau depresi dapat menyampaikan secara terbuka tentang apa yang terjadi di masa lalu dan masa kini yang dapat berkontribusi terhadap gejala yang dirasakan.
Selain itu, dokter juga dapat merekomendasikan terapi oral atau obat-obatan yang dapat dilakukan bersamaan dengan psikoterapi. Sebelum meresepkan obat, dokter akan menggali dahulu semua gejala yang dirasakan pasien, untuk memastikan apakah gangguan yang dialami hanya kecemasan, depresi, atau keduanya. Jenis obat yang biasanya diresepkan adalah SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor), dan antidepresan.
Semoga dengan mengetahui persamaan maupun perbedaan kecemasan dan depresi ini, kita akan lebih memahami apabila ada gejala yang dirasakan, dan segera mengatasinya dengan berkonsultasi ke dokter kejiwaan.
Referensi: