Dalam menjalankan prakteknya, dokter sering menemukan kondisi bayi biru. Bayi biru adalah bayi yang menunjukkan gejala sianosis (warna kebiruan). Kondisi ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu sentral dan perifer. Berikut penjelasannya:
Sianosis sentral
- kejenuhan (saturasi) oksigen dalam darah menunjukkan tingkat yang rendah
- warna kebiruan pada bibir atau lidah
- kemungkinan menunjukkan adanya penyakit jantung bawaan sianotik (PJB), paru, atau kelainan pada susunan saraf pusat (SSP).
Sianosis perifer
- kejenuhan (saturasi) oksigen dalam darah dalam kondisi normal
- warna kebiruan tampak di jari kaki atau tangan
- kemungkinan menunjukkan kegagalan sirkulasi oksigen, radang/infeksi, kedinginan atau normal (bayi baru lahir)
- umumnya tidak mempunyai arti klinis yang penting, kecuali jika disebabkan kegagalan sirkulasi oksigen.
Kadang sianosis sentral tidak jelas, biasanya dokter akan melakukan pengukuran saturasi oksigen dengan alat pulse oxymeter atau analisis gas darah. Biasanya sianosis timbul jika saturasi oksigen kurang dari 85%, namun pada bayi baru lahir sianosis dapat terjadi pada saturasi setinggi 90%.
Membedakan sianosis sentral akibat penyakit jantung atau bukan dapat dilakukan dengan cara;
1. Perhatikan bayi saat menangis
Jika saat menangis, bayi bertambah biru (sianosis), kemungkinan akibat PJB sianotik. Jika biru berkurang, penyebabnya paru atau susunan saraf pusat. Jika perlu bayi dibuat menangis dan dilakukan observasi. Namun tes menangis tidak boleh dilakukan jika dicurigai penyebabnya susunan saraf pusat, karena dapat berbahaya.
2. Berikan oksigen
Jika setelah diberi oksigen warna kebiruan tidak juga berkurang, kemungkinan PJB sianotik. Sebaliknya jika sianosis berkurang, kemungkinan penyebabnya dari paru atau SSP.
Dokter akan mempertimbangkan dilakukannya hyperoxytest, yaitu dengan memberi inhalasi oksigen 100% yang diberikan melalui oxyhood selama setidaknya 10 menit. Jika ada kelainan paru, oksigen akan meningkat melebihi 100mmHg.
3. Foto toraks
Foto toraks, meski tidak bisa memastikan adanya PJB sianotik, namun kadang dapat membantu membedakan sianosis akibat paru atau PJB, misalnya jantung bentuk sepatu (pada kelainan yang disebut Tetralogi Fallot).
4. Elektrokardiografi (EKG)
Sama halnya seperti foto toraks, EKG umumnya tidak terlalu banyak membantu, namun kadang dapat bermanfaat pada kondisi tertentu.
Jika dengan ke-empat usaha di atas kemungkinan PJB sianotik tidak dapat disingkirkan, maka perlu dilakukan konsultasi dengan bagian kardiologi anak. Pemeriksaan ekokardiografi (USG jantung) dapat memastikan adanya PJB atau tidak.
Penulis:
Dr. dr. Najib Advani, SpA(K), M.Med(Paed
Konsultan jantung anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta