Jaga Kesehatan Mata
Desi Hariana | 18 September 2019
Walaupun mungkin kedengarannya tak biasa, pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan sejak Si Kecil lahir. Banyak penyakit mata yang dapat dideteksi secara dini, seperti katarak pada bayi, infeksi mata, maupun retinopati akibat kelahiran prematur. Jika kelainan ini dapat dideteksi dari awal, pengobatan dapat dilakukan dengan cepat, dan hasil kesembuhan lebih baik daripada bila ditemukan terlambat.
Kondisi apa saja yang dapat terjadi pada anak? Simak pemaparannya berikut ini.
Retinopati prematuritas (disebut juga ROP)
ROP adalah kondisi mata yang terjadi pada bayi yang lahir sangat prematur atau memiliki berat badan lahir sangat rendah. Pada ROP, terdapat pembuluh darah berlebih yang tumbuh di bagian belakang mata, yang disebut sebagai retina. Retina adalah bagian mata yang bereaksi terhadap cahaya. Kerusakan retina dapat menyebabkan gangguan penglihatan hingga kebutaan.
ROP biasanya tidak bergejala. Hal inilah yang menjadikan deteksi dini sangat penting. ROP ringan dapat sembuh sendiri, namun ROP berat perlu diobati segera.
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP), setiap bayi dengan berat lahir rendah maupun lahir prematur, terutama dengan kondisi klinis kurang baik sebaiknya diperiksakan matanya. Hal ini untuk mencari kemungkinan ROP. Pemeriksaan dilakukan oleh dokter spesialis mata yang telah terlatih merawat bayi baru lahir. Di Indonesia, pemeriksaan tersebut dilakukan pada usia <4 minggu, karena lebih dari itu biasanya pengobatan tidak memberikan hasil maksimal.
Setelah pemeriksaan pertama, dokter mata mungkin akan memeriksa mata bayi setiap 1 hingga 3 minggu. Ia akan memeriksa apakah ROP membaik atau tidak. Bila ROP tidak membaik, bayi mungkin membutuhkan pengobatan.
Kelainan refraksi
Secara garis besar, kelainan bola mata dapat dibedakan menjadi dua yaitu, kelainan refraksi dan non refraksi. Kelainan refraksi terjadi ketika bayangan yang dihasilkan tidak jatuh pada retina melainkan di depan atau di belakangnya.
Kelainan refraksi dapat berupa rabun jauh (miopi), rabun dekat (hipermetropi), serta astigmatis. Kelainan non refraksi dapat berupa katarak, glukoma dan lainnya. Anak-anak dapat mengalami keduanya, tetapi kelainan refraksi lebih umum dijumpai, terutama miopi.
Pada kelainan refraksi, faktor lingkungan mempunyai peranan yang lebih penting sedangkan pada kelainan non refraksi, faktor genetiklah yang lebih berperan. Pengaruh terbesar adalah kebiasaan buruk yang menuntut bola mata untuk berakomodasi maksimal dalam waktu yang lama tanpa istirahat. Kacamata lebih berperan dalam mengoreksi kelainan refraksi.
Kini semakin banyak anak usia awal sekolah, bahkan prasekolah sudah menggunakan kaca mata. Telah terbukti secara medis bahwa lebih banyak anak berkacamata di perkotaan dibandingkan di pedesaan. Hal tersebut disebabkan anak-anak di perkotaan lebih sering melakukan aktivitas seperti menonton televisi, membaca buku berkepanjangan, main video game, berada di depan komputer, laptop ataupun tablet.
Seiring tumbuh dan bertambahnya usia seorang anak, maka secara progresif ukuran kacamata pun akan berubah. Hal tersebut terjadi akibat bertambah besar ukuran bola mata seseorang. Oleh sebab itu, dianjurkan untuk rutin memeriksakan mata ke dokter mata, agar dapat segera teridentifikasi bila terjadi perubahan ukuran.
Konsultan:
- dr. Tiar Marina Octyvani
- dr. Vidya Novita Indriani