KESEHATAN KELUARGA

Jenis Baru Virus COVID-19

Setelah hampir setahun menerapkan protokol kesehatan, kini muncul jenis baru virus COVID-19. Adakah hal baru yang harus dilakukan?

Dyah Soekasto | 30 Januari 2021

Belum reda serangan COVID-19 yang memakan begitu banyak korban, pada Desember 2020 dikabarkan muncul jenis baru virus korona penyebab COVID-19. Ini menimbulkan pertanyaan; Apakah virus ini lebih menular? Adakah hal baru atau berbeda yang harus dilakukan untuk menjaga keamanan keluarga kita?

Virus korona jenis baru ini pertama kali dilaporkan di Inggris dan Afrika Selatan. Berita di CNN Indonesia (28 Januari 2021) menyebutkan bahwa virus yang berasal dari Inggris itu kini telah memasuki Filipina.

Menurut pemerhati yang juga peneliti virus SARS-CoV-2 (COVID-19), Robert Bollinger M.D., M.P.H., mutasi pada virus, termasuk virus COVID-19, ini bukanlah hal baru. “Semua virus bermutasi seiring berjalannya waktu, beberapa virus bisa bermutasi lebih cepat. Misalnya virus flu yang sering berubah. Kami telah mengamati adanya varian virus korona SARS-CoV-2 yang berbeda dari versi yang pertama kali kami lihat di China,” katanya.

Bollinger mencatat bahwa jenis baru ini terdeteksi di Inggris pada September 2020. Strain baru juga muncul di Denmark, Belanda, dan negara-negara Eropa lainnya, dan varian serupa juga muncul di Afrika Selatan.

Menurut peneliti COVID-19, Stuart Ray, M.D. virus baru akan muncul bila terjadi mutasi pada gen virus. “Sudah menjadi sifat virus RNA (seperti virus corona) mengalami evolusi dan berubah secara bertahap.”

Jenis baru COVID-19: Apa bedanya?

“Terdapat 23 perubahan genetik pada virus baru SARS-CoV-2 ini dan diprediksi lebih menular daripada jenis sebelumnya. Meskipun belum dapat dibuktikan kebenarannya, para ilmuwan memerhatikan lonjakan kasus di daerah di mana jenis baru virus ini muncul. Diduga memang ada hubungannya,” tutur Bollinger.

Mutasi pada strain baru mungkin memengaruhi jumlah protein yang menyelubungi lapisan luar virus korona SARS-CoV-2 dan memberikan tampilan berduri yang khas. Protein ini membantu virus menempel pada sel tubuh manusia di hidung atau area lainnya, dan menyebabkan seseorang terjangkit COVID-19. Namun dugaan ini membutuhkan studi lebih lanjut, termasuk apakah virus korona jenis baru lebih mudah ditularkan atau tidak.

Kencangkan protokol kesehatan

Guru Besar bidang epidemiologi Universitas Harvard, Prof Marc Lipsitch, Ph.D mengatakan bahwa mengingat sifat varian baru virus korona yang lebih menular ini, masyarakat diminta untuk lebih ketat menjaga protokol kesehatan. “Tinggal di rumah lebih sering dan batasi kontak dengan orang-orang di luar rumah. Virus yang lebih kuat juga mengharuskan kita untuk lebih ketat mengendalikan penyebarannya.”

Masih belum diketahui apakah mutasi akan memengaruhi kinerja vaksin yang telah disetujui Badan Kesehatan Dunia, WHO, namun para ahli meyakini bahwa vaksin menghasilkan respons kekebalan yang besar dalam tubuh dan bertindak melawan virus dengan cara yang berbeda. Jadi, suntikan vaksin tetap berfungsi.

Dalam situs resmi WHO, Soumya Swaminathan, M.D. menyampaikan bahwa sejak awal tahun ini, WHO telah melacak munculnya jenis baru virus penyebab COVID-19. “Virus ini telah mengalami banyak perubahan. Saat ini sudah ada dua varian baru yang dilaporkan ke WHO; satu teridentifikasi di Inggris dan satu lagi di Afrika Selatan. Mereka memiliki perubahan yang sama, kami menyebutnya mutasi N501Y. Namun keduanya adalah jenis yang berbeda.”

Ada kekhawatiran kedua varian inilah yang bertanggung jawab atas peningkatan jumlah kasus COVID-19 di kedua negara tersebut. Meskipun cenderung lebih cepat menyebar dan lebih mudah menular, menurut Swaminathan sejauh ini tampaknya tidak menyebabkan penyakit yang lebih parah atau manifestasi klinis yang berbeda.

“Menghadapi jenis baru virus COVID-19 ini, fokus kita adalah memastikan semua orang mematuhi protokol kesehatan; menjaga jarak, memakai masker, menghindari tempat keramaian, ruang tertutup, mencuci tangan, dan mengurangi mobilitas. Jika semua ini dilakukan bersama-sama pasti akan menurunkan transmisi,” ujar Swaminathan.

Referensi:

Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Artikel Sebelumnya

Ciri Bayi Tercukupi ASI

Artikel Selanjutnya

Ketika Prestasi Anak Menurun

Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan