Kapan Teman Khayalan Akan ‘Pergi’?
Desi Hariana | 19 September 2023
Sebuah penelitian menemukan bahwa sekitar 65% anak di bawah usia 7 tahun pada satu masa pernah memiliki teman khayalan. Namun sering kali kehadiran teman khayalan anak membuat orangtua menjadi khawatir. Pada dasarnya, teman khayalan tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena hal ini justru menunjukkan anak sedang mengembangkan kreativitas serta melatih kemampuan sosial mereka. Sebenarnya, kapan sih teman khayalan ini akan ‘pergi’?
Mengapa anak memiliki teman khayalan?
Anak memiliki teman khayalan karena banyak alasan, antara lain:
- Menyediakan ‘lingkungan’ yang aman untuk melatih keterampilan terbaru anak, seperti bersosialisasi serta melancarkan strategi dalam berkomunikasi.
- Membantu anak memproses berbagai hal yang mereka lihat atau dengar. Semakin besar anak, mereka sedikit demi sedikit bergeser dari dunia khayalan ke dunia nyata.
- Mengembangkan kreativitas diri dengan menciptakan karakter yang sesuai dengan keinginan mereka (itu sebabnya teman khayalan bisa berbentuk apapun, tak selalu ‘orang’).
- Membantu anak untuk memahami orang lain atau berempati, mereka belajar melihat dari perspektif orang lain.
- Melatih kemampuan untuk mencari penyelesaian dari masalah yang mereka hadapi
Jadi, punya teman khayalan tidak berarti anak stres, sedih, atau kesepian. Memang ada kecenderungan bahwa anak-anak yang memiliki teman khayalan adalah anak tunggal atau anak pertama. Namun itu bukan berarti anak dengan teman khayalan sudah pasti anak yang kesepian, bahkan mereka kebanyakan aktif secara sosial dan terkenal kreatif.
Kapan teman khayalan sudah mulai tidak sehat bagi anak?
Pada umumnya teman khayalan dapat menenangkan anak dan bisa ia atur dengan mudah. Misalnya, ketika anak sedang ingin bermain, ia bisa ‘memanggil’ teman khayalannya untuk hadir dan menemaninya bermain. Namun saat ia sudah selesai bermain, anak akan membuat skenario dimana teman khayalannya ini akan pergi sebentar atau melakukan hal lain yang tidak berhubungan dengannya.
Namun, jika pertemanan dengan teman khayalannya ini menjadi hal yang tidak sehat, sebaiknya orangtua melakukan intervensi dengan mengajak anak berkonsultasi dengan ahlinya. Berikut adalah beberapa hal yang bisa menjadi redflags bagi keberadaan teman khayalan bagi anak:
- Anak menunjukkan perkembangan yang membuat Anda khawatir, misalnya dalam hal berbicara, atau interaksi sosial.
- Teman khayalan selalu berada ‘di samping anak’ dan tak mau ‘pergi’ (atau bahkan selalu ‘berbicara’), anak seperti tak dapat mengontrolnya.
- Anak menyalahkan teman khayalannya ketika ia melakukan kenakalan, kerusakan, atau bersikap buruk.
- Anak merasa takut dengan teman khayalannya atau tak dapat membedakan antara khayalan dan kenyataan.
- Ada riwayat keluarga penyakit kejiwaan, terutama keluarga dekat.
Kapan teman khayalan anak akan ‘pergi’?
Kebanyakan anak akan berpisah dengan teman khayalannya di usia sekolah, namun memang tidak ada usia spesifik kapan sebaiknya kita mendorong anak untuk berpisah dengan teman khayalannya. Bahkan ada juga anak-anak yang masih memiliki teman khayalan di usia praremaja.
Pada sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 ditemukan bahwa anak-anak remaja yang memiliki teman khayalan ternyata memiliki kemampuan beradaptasi secara positif yang lebih tinggi dibandingkan teman-teman seusianya. Selain itu, teman khayalan bukanlah tanda bahwa anak akan mengalami gangguan kejiwaan di usia dewasanya nanti.
Jadi, berilah kesempatan pada anak untuk memutuskan kapan ia akan berpisah atau melepaskan teman khayalannya ini pergi. Sambil menunggu hal itu terjadi, Anda dapat memanfaatkan teman khayalan anak ini untuk lebih mengenal kepribadian anak dan bagaimana proses otaknya bekerja.
Referensi: