Katatonia dan Berbagai Penyebabnya
Desi Hariana | 11 Januari 2024
Katatonia adalah istilah yang digunakan dalam dunia medis untuk merujuk pada suatu kondisi dimana pasien sangat sedikit bergerak maupun berkomunikasi. Selain itu juga biasanya ada tanda-tanda kesal, bingung, dan gelisah pada pasien. Awalnya, katatonia dianggap sebagai salah satu tipe dari skizofrenia. Namun para ahli kemudian menemukan bahwa kondisi lain juga dapat menjadi penyebabnya.
Jika tidak segera diatasi dengan tepat, terutama katatonia jenis parah, maka kondisi ini dapat membahayakan jiwa.
Gejala yang diperlihatkan
Dokter akan mendiagnosis seorang pasien mengalami katatonia apabila ia memperlihatkan gejala sebagai berikut:
- tidak merespons orang lain atau lingkungannya (negativisme)
- pasien sadar tapi tidak responsif terhadap rangsangan luar, misalnya ketika dicubit (stupor).
- tidak berbicara (mutisme)
- posisi tubuh yang kaku dan tidak umum (katalepsi)
- menolak usaha untuk memperbaiki posisinya (waxy flexibility)
- gerakan repetitif yang tidak memiliki arti (stereotyping)
- gerakan berlebihan (mannerism)
- mengulang ucapan orang lain (ekolalia)
- meniru gerakan orang lain (ekopraksia)
- raut wajah kaku atau tegang (grimacing).
Katatonia mempengaruhi cara kerja otak, dan berdampak pada beberapa hal berikut:
- gerak tubuh
- kerja indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasa)
- memori
- kemampuan berpikir dan konsentrasi (kognitif)
- motivasi
- emosi
- pertimbangan dan kontrol diri (fungsi eksekutif).
Penyebab katatonia
Para ahli tidak begitu yakin mengenai penyebab seseorang mengalami katatonia. Umumnya kondisi katataonik ditemukan pada mereka yang mengalami gangguan mood, atau kejiwaan, seperti depresi, bipolar, atau skizofrenia. Sekitar sepertiga dari kasus katatonia dialami oleh mereka dengan gangguan bipolar.
Kondisi medis atau saraf yang umumnya menyangkut katatonia, antara lain:
- keseimbangan kimiawi tubuh yang terganggu, misalnya pada gangguan ginjal, tiroid, atau diabetes.
- gangguan pada sistem saraf tubuh seperti Penyakit Parkinson’s
- infeksi pada sel otak, seperti ensefalitis.
- ASD (autism spectrum disorder)
- penyakit autoimun seperti lupus dan MS (multiple seclerosis)
- penyakit degeneratif (demensia dan Parkinsons)
- Down Syndrome.
- kondisi akibat penggunaan obat
- ensefalitis
- ketidakseimbangan elektrolit
- epilepsi
- stroke
- Tourette Syndrome, dan lainnya.
Katatonia yang berbahaya
Pada beberapa kasus, katatonia dapat berakibat fatal, disebut juga dengan malignant catatonia. Beberapa gejalanya antara lain:
- demam dengan suhu yang sangat tinggi (hipertermia)
- detak jantung cepat (takikardia)
- berkeringat (diaforesis)
- tekanan darah yang tidak stabil
- Sianosis, kondisi kadar oksigen dalam darah yang rendah sehingga menyebabkan permukaan kulit, terutama di area bibir dan kuku, membiru.
Kondisi malignant catatonia perlu mendapatkan perawatan segera dari petugas medis.
Mengatasi katatonia
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi katatonia. Salah satunya menggunakan obat sedatif (untuk menurunkan kepekaan dari rangsangan), yang kadang dipergunakan juga untuk kasus kecemasan.
Cara lainnya adalah dengan melakukan prosedur ECT (electroconvulsive therapy) dengan mengirimkan sinyal listrik lemah pada sel-sel otak melalui elektroda yang ditempelkan di kepala. Sebelumnya, pasien akan ditidurkan terlebih dahulu. Namun prosedur ini baru dilakukan apabila penggunaan obat sedatif tidak memperlihatkan hasil, katatonia yang dialami cukup parah, atau karena sebelumnya pasien pernah mengalami katonia.
Hanya ahli medis yang dapat mendiagnosis katatonia dan menerapkan perawatan. Namun kita juga perlu waspada apabila ada anggota keluarga yang memperlihatkan tanda-tanda katatonia, segera hubungi pusat kesehatan untuk penanganan segera.
Referensi: