PSIKOLOGI ANAK

Kebutuhan Pisah Kamar dari Orang Tua

Anak sudah tak kecil lagi tapi masih ingin sekamar dengan orangtua akan memberi dampak pada perkembangan psikologisnya. Kebutuhan pisah kamar dari orang tua sebenarnya bukan hanya untuk kepentingan anak, tapi juga orang tua.

Anissa Aryati | 28 September 2020

Berbagi tempat tidur dengan anak memang menciptakan suasana berbeda. Anak bisa ngobrol dan bersenda gurau seraya berbaring bersama orangtua. Tetapi bagaimana bila anak masih ingin sekamar terus dengan orangtua padahal sudah saatnya ia pisah kamar? Namun ketika anak sudah memasuki usia mandiri, ada kebutuhan pisah kamar dari orang tua yang perlu juga diperhatikan.

Dampak bagi anak

Tidur bareng anak sering dilakukan orangtua karena tidak sampai hati melihat anak tidur sendiri dan takut anak merasa tak nyaman apabila terjaga di tengah malam. Namun hal ini sebaiknya jangan dibiarkan berlarut, terlebih ketika anak sudah berusia di atas 2 tahun. Kebutuhan pisah kamar dari orang tua ini menjadi penting mengingat beberapa dampaknya seperti berikut ini:

  • Tidur bersama dalam jangka waktu lama dapat menyababkan anak terlalu lekat dan merasa kurang percaya diri serta kurang mandiri, karena merasa selalu butuh ditemani. Padahal masalah kepercayaan diri dan kemandirian adalah dasar dari banyak kemampuan psikologis.
  • Bagi anak yang lebih besar, saat sudah memasuki usia sekolah, terkadang juga mengalami kesulitan bergaul dan cenderung tak berani menginap di rumah orang lain, juga kesulitan mengikuti acara sekolah yang menggunakan acara menginap.
  • Anak tak bisa menikmati privacy. Mereka seharusnya dapat menikmati keleluasan tidur di ranjang sendiri, menikmati aktivitasnya di kamar hingga menghibur diri ketika mereka stres atau cemas saat tidur. Padahal ini merupakan kunci dalam perkembangan emosional yang sehat.
  • Dalam suatu penelitian terkait aktivitas tidur anak Canadian Pediatric Society menyebutkan bahwa diagnosis ‘insomnia perilaku’ didapati pada sekitar 20-30% anak yang mengalami kesulitan mengantuk dan tertidur yang berakhir dengan tidur di kamar orang tua mereka.

Dampak bagi orangtua

Mungkin pada anak yang masih tidur dengan orangtua, dampaknya tidak akan langsung terasa. Namun tidak demikan halnya dengan orang tua. Ada beberapa hal yang dapat menjadi gangguan bagi orang tua apabila masih tidur sekamar dengan anak:

  • Sulit tidur nyenyak karena ruang menjadi lebih sempit dan harus berjejal dengan anak. Belum lagi jika anak memiliki kebiasaan tidur gelisah, suka menendang atau membolak-balikkan badan di tempat tidur.
  • Kualitas tidur orang tua menjadi terganggu dan dapat menyebabkan stres sepanjang hari. Padahal tidur yang kurang berkualitas berpengaruh terhadap stabilitas mood dalam mengasuh anak, juga adanya penurunan kemampuan kognitif seperti konsentrasi dan daya ingat.
  • Sulit melakukan hubungan seksual tanpa ketahuan oleh anak.

Saat tepat pisah kamar

Maka sebaiknya orang tua sudah mulai membiasakan anak tidur sendiri ketika ia sudah semakin bsar. Saat tepat anak pisah kamar adalah menginjak usia sekitar 2 tahun. Pada usia ini anak sudah memasuki tahap perkembangan emosional autonomy vs shame and doubt, mandiri vs malu dan ragu.

Saat anak masih ingin tidur sekamar padahal sudah disediakan kamar sendiri, orang tua pun perlu bersikap tegas dan membantu anak untuk dapat tidur di kamarnya sendiri. Ingatlah bahwa hal ini tak hanya dibutuhkan untuk perkembangan psikologis anak, tapi juga bagi kepentingan privasi orang tua.

Referensi:

  • https://www.psychologytoday.com/us/blog/savvy-parenting/201403/the-impact-chronic-co-sleeping-older-child
  • https://childpsychologist.com.au/co-sleeping-with-children/
Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan