PSIKOLOGI ANAK

Mengajari Anak untuk Berbagi

Berada dalam kondisi pandemi COVID-19 menjelang Hari Raya Idul Fitri seperti sekarang ini, rasanya semakin penting bagi kita untuk mengajari anak untuk berbagi pada sesama.

Roslina Verauli, M.Psi, Psikolog | 23 Mei 2020

Sejak kita masih kanak-kanak, seluruh semesta lingkungan, terutama orang tua memberi banyak hal. Kita hanya menerima, namun seiring bertambahnya usia, anak perlu diajari perannya sebagai pemberi. Cara sederhana yakni berbagi dengan orang-orang di sekitar.

Dasar dari sikap mau memberi dan berbagi adalah empati. Jadi, sikap empati inilah yang harus kita ajarkan kepada putra-putri kita sejak dini. Sebenarnya, secara alami seorang anak sudah memiliki rasa empati, lihat saja bila ada bayi menangis, maka bayi yang lain pun ikut menangis.

Sikap mau berbagi dan berempati kepada orang lain terkadang tidak begitu saja terbentuk. Adalah tugas orang tua untuk mengasahnya. Caranya?

1. Jadilah model bagi anak

Anak adalah ‘peniru’ yang ulung. Karenanya, jadilah model/contoh yang baik bagi anak. Jika Ayah dan Ibu memiliki kebiasaan berbagi kepada sesama, maka anak-anak akan melihat dan ‘merekam’ dalam memori mereka. Jadi, sebelum mengajak anak untuk berempati, Anda mesti bertanya kepada diri sendiri, “Sudahkah saya melakukannya?”

2. Beri kesempatan

Dalam mengajari anak untuk berbagi, pastikan melibatkan anak saat waktunya berbagi. Misalnya ketika Ibu merencanakan untuk mengunjungi panti asuhan. Mintalah anak untuk memilih pakaian atau mainan yang paling ia sayangi untuk diberikan kepada anak-anak yang berada di panti.

Mesti diluruskan pendapat yang menyatakan bahwa yang diberikan adalah barang bekas. Sebaliknya, justru barang atau benda yang masih baguslah yang sebaiknya diberikan. Justru di sinilah nilai empati itu terlihat. Ini pula yang harus kita tanamkan kepada anak. Biarkan anak memilih benda yang akan diberikan, kemudian beri kesempatan anak untuk menyerahkannya secara langsung.

3. Wujud rasa bersyukur

Tanamkan kepada anak bahwa berbagi adalah salah satu bentuk rasa bersyukur. Bersyukur karena memiliki ayah dan ibu serta keluarga yang menyayanginya, bersyukur memiliki tempat tinggal yang layak. Sementara masih banyak anak-anak yang tidak memiliki itu semua.

4. Gunakan nalar

Mengajari anak untuk berbagi juga bisa disisipkan dalam cerita yang Ibu bacakan padanya. Di tengah-tengah cerita, selingi dengan diskusi bersama anak. Pancing bagaimana pendapat anak soal berbagi dan berempati. Beri contoh-contoh sederhana, bahwa berbagi tidak harus berupa benda atau materi, namun bisa berupa perhatian. “Misalnya saat temanmu sedang ditimpa musibah, sampaikan rasa berduka kepadanya.”

Dengan kata lain, berbagi tidak harus dengan hal-hal yang muluk-muluk. Memberikan senyuman, perhatian dan doa pada orang yang membutuhkan, misalnya teman yang sakit, sudah sangat berarti pada orang tersebut. Anda bisa sesekali mengajak anak mengunjungi kerabat atau teman yang sedang sakit.

Indikator kesuksesan mengajari anak untuk berbagi adalah apabila kebiasaan berempati dan berbagi telah tertanam dalam keluarga. Bisa jadi malah anak yang mengingatkan Anda, misalnya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri seperti saat ini. Ia bisa bertanya, apakah Ayah atau Ibu sudah membayar zakat fitrah, memberi parsel pada tukang sampah, marbot masjid, bapak satpam, si Mbak ART, dan sebagainya. Ini artinya anak telah mendapatkan pelajaran, betapa indahnya berbagi.

Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Artikel Sebelumnya

Seputar Diare

Artikel Selanjutnya

Diabetes Gestasional

Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan