MITOS & FAKTA

Seputar Diare

Duh, makanan selama perayaan Idul Fitri biasanya banyak yang berlemak atau pedas, ya. Ini dapat membuat orangtua atau anak lebih mudah mengalami diare. Hmm… apa saja yang perlu kita tahu seputar diare?

dr. Ika Fitriana, Sp.PD | 23 Mei 2020

Ada berbagai asumsi yang beredar di kalangan orangtua mengenai diare dan bagimana cara penanganannya. Manakah yang mitos dan fakta?

1. Diet BRAT mengobati diare

Mitos: Diet BRAT (Banana, rice, applesauce, toast) pernah direkomendasikan untuk mengobati diare, tetapi nutrisi ini kurang mengandung lemak dan protein. Jika pun dapat memperbaiki asupan nutrisi, terutama pada anak, diet jenis ini cukup pada hari pertama saja, tapi tidak selanjutnya. Jika terlalu lama diterapkan, malah bisa terjadi malnutrisi.

2. Dehidrasi adalah ancaman serius

Fakta: Yang berbahaya saat diare bukanlah konsistensinya yang cair, tetapi jumlah cairan yang keluar. Bila seseorang BAB, segera ganti cairan yang hilang dengan memberikan bentuk minuman seperti air putih, oralit, atau jika masih bayi, beri ia ASI. Minum sebanyak 10 cc per kg berat badan. Bila dibiarkan, dehidrasi dapat menyebabkan kematian.

Jika penderita memperlihatkan tanda-tanda kekurangan cairan, gantilah dengan cairan rehidrasi oral (CRO) yang mengandung elektrolit, atau buatlah larutan garam gula bila tidak menemukan CRO di rumah. Larutan ini dibuat dengan mencampur 1 sendok teh gula pasir dan seperempat sendok teh garam dapur dalam 200 cc air matang.

3. Jika diare harus selalu minum obat

Mitos: Diare sering kali tidak memerlukan obat. Obat diare adalah cairan, karena kekurangan cairan merupakan hal berbahaya dan penyebab terbanyak adalah virus yang dapat sembuh sendiri. Pencegahan dehidrasi terbaik adalah ASI bagi anak yang masih menyusu, kuah sayur ataupun cairan lainnya. 

Bahkan beberapa obat bisa mengakibatkan diare, misalnya antibiotik golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika antibiotik dihentikan, diare dapat berhenti. Diare bisa terjadi pada seseorang yang cukup lama mendapatkan antibiotik, sehingga terjadi ketidakseimbangan kuman di saluran cerna, termasuk jamur yang pada kondisi biasa tak bisa tumbuh subur.

4. Mereka yang diare hanya perlu puasa dan cukup minum

Mitos: Penderita diare justru harus diberi lebih banyak cairan Makanan diberikan setelah kekurangan cairan diatasi, yaitu sekitar 3-4 jam. Pada anak, makanan bisa diberikan bersama dengan cairan bila ia tidak kekurangan cairan berat, misalnya sup berkuah, yoghurt, atau jus buah.

Jika anak tidak nafsu makan, berikan sedikit demi sedikit namun tinggikan kalorinya dalam satu porsi, misalnya menambah margarin ke dalam mangkuk bubur hangatnya. Tempe telah banyak diteliti dapat menjadi alternatif makanan selama diare. Setelah anak sembuh, porsi makanan perlu ditambah untuk mengganti yang hilang.

5. Anak diare perlu menghindari susu

Mitos: Pada umumnya, susu tidak memperberat diare. Diare hanya terjadi pada anak yang alergi susu, atau tidak toleran terhadap kandungan laktosa dalam susu. Bila hal ini terjadi, bayi dapat diberikan susu rendah laktosa. Beberapa jenis diare mungkin memerlukan jenis susu khusus, tetapi konsultasikan dahulu dengan dokter anak. ASI dianjurkan untuk mencegah diare karena mengandung antibodi terhadap kuman diare, juga sebagai pengganti cairan selama anak diare.

6. Suplemen dapat mencegah atau memperpendek masa diare

Fakta: Beberapa penelitian menunjukkan suplemen zinc atau seng bermanfaat memperbaiki dinding saluran cerna. Kekurangan zat ini dapat menyebabkan seseorang mudah terkena infeksi, salah satunya diare. Suplementasi zinc dapat memperbaiki gejala diare ringan hingga sedang. Penelitian juga menunjukkan laktobasilus atau suplementasi probiotik dan prebiotik dapat memperpendek waktu diare.

Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan