PSIKOLOGI ANAK

Mengancam Anak, Apakah Masih Efektif?

“Awas ya, jangan sampai Mama pulang kamu belum selesaikan PR-nya!’ Disadari atau tidak, sering kali kita memberikan ‘ancaman’ seperti ini pada anak. Namun, apakah strategi mengancam anak ini masih efektif?

Desi Hariana | 7 Juni 2023

Kita, orang dewasa yang lahir sebelum tahun 2000-an, mungkin termasuk yang sering mengalami ancaman seperti ini saat masih kecil dulu. Baik dari orangtua, maupun dari guru. Namun sebenarnya, mendisiplinkan anak dengan cara mengancam bukanlah gaya pengasuhan yang efektif. Bahkan anak cenderung menjadi keras kepala atau sering membangkang.

Efek mengancam pada pengasuhan anak

Berikut adalah hal-hal yang perlu kita perhatikan dalam pendisiplinan anak, dan mengapa mengancam bukanlah strategi terbaik untuk melakukannya.

1. Ancaman biasanya digunakan oleh orangtua yang merasa putus asa dengan perilaku anak, dan anak biasanya mengetahui hal ini. Orangtua perlu memahami bahwa ancaman dan sikap otoritatif itu dua hal yang berbeda.

2. Ancaman yang diterima oleh anak dapat menjadi reinforcement negatif, sehingga menyebabkan emotional withdrawal atau anak menjadi pendiam dan menarik diri dari lingkungan sosialnya.

3. Pada umumnya, orangtua yang sering mengancam anak mempelajari hal ini dari orangtua mereka sendiri. Ancaman digunakan sebagai cara untuk mengintimidasi anak, dan tentu saja hal ini bukan merupakan strategi pengasuhan yang efektif.

4. Ketika anak masih kecil, mungkin sedikit ancaman dapat membuat anak mengikuti keingingan orangtua. Namun seiring dengan pertambahan usia, anak merasa dirinya perlu mempertahankan diri akan hal-hal yang menjadi ancaman.

5. Ancaman menumbuhkan rasa takut dalam diri anak, dan hal ini tentu saja tidak sesuai dengan tujuan dari pengasuhan maupun pendidikan yang efektif.

6. Anak yang sering diancam akan merasa rendah diri, stres, dan berusaha menghindari tanggung jawab agar tidak dihukum.

7. Ancaman sering juga berhubungan dengan agresivitas, anak menjadi pembangkang dan membuat perilaku mereka semakin sulit untuk didisiplinkan.

8. Hubungan anak dan orangtua semakin menjauh, karena anak melihat bahwa orangtua sebagai sosok yang ditakuti, bukan diteladani.

Menerapkan disiplin secara positif

Jika orangtua ingin membuat anak memahami dan mengikuti instruksi yang diberikan, terapkanlah disiplin secara positif, seperti:

1. Agar anak mengikuti arahan orangtua, berikan mereka target atau tujuan yang dapat mereka capai sehingga menumbuhkan motivasi dalam diri anak.

2. Anak perlu mengetahui siapa yang memegang kendali. Anda dapat memberi instruksi pada anak dengan tegas, tanpa harus kehilangan kehangatan sebagai orangtua.

3. Kunci utamanya adalah komunikasi. Orangtua perlu memahami apa yang dirasakan dan dipikirkan anak untuk memahami mengapa mereka bersikap dengan cara tertentu.

4. Menyelesaikan masalah, bukan menambah atau membuat masalah. Orangtua dan anak perlu duduk bersama untuk membahas mengenai permasalahan yang dihadapi dan menyelesaikannya bersama.

5. Memberitahu anak akan konsekswensi dari tindakannya, sehingga ia juga bisa belajar untuk lebih bertanggung jawab.

6. Memberikan contoh dalam aktivitas sehari-hari akan lebih efektif dibandingkan dengan ancaman. Anak akan memahami mengapa orangtuanya berharap ia melakukan A atau B karena meneladani apa yang dicontohkan.

Jika Anda termasuk ke dalam kelompok yang sering mendapat ancaman dari orangtua di masa kecil, sebaiknya tidak meneruskan ‘tradisi’ ini pada anak. Bukan berarti membuat anak menjadi lemah atau tidak tahan banting, melainkan untuk membentuk pribadi yang bertanggung jawab terhadap tutur kata dan perilakunya.

Referensi:

Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan