Menjaga Kesehatan Mental Anak dengan ASD
Desi Hariana | 4 Oktober 2023
Melakukan aktivitas sehari-hari yang bagi orang lain terasa mudah, tidak demikian halnya dengan anak autistik. Ada beberapa hal yang tidak dialami oleh individu non-autistik namun mereka alami setiap waktu, seperti:
- Berjuang untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hal ini dapat mendorong munculmya depresi dan kecemasan.
- Sering kali terlambat mendapatkan diagnosis gangguan kesehatan mental yang dialami.
- Rentan mengalami diskriminasi dan stigma dari orang-orang di sekelilingnya.
- Lebih kecil kemungkinannya untuk menemukan dukungan yang dibutuhkan, contohnya terapi grup yang sesuai dengan gangguan atau hambatan yang dialaminya.
Gangguan kesehatan mental apa saja yang ditemukan?
Hambatan-hambatan yang mereka hadapi inilah yang membuat anak dengan ASD sangat rentan mengalami kesulitan atau gangguan kesehatan mental. Mendukung perkembangannya, kita perlu juga memperhatikan dan menjaga kesehatan mental anak dengan ASD.
Beberapa gangguan kesehatan mental yang sering ditemukan pada anak dengan ASD, antara lain:
- kecemasan
- depresi
- OCD (obsessive-compulsive disorder)
- ADHD (attention deficit hyperactivity disorder)
- gangguan makan.
Menjaga kesehatan mental anak autistik
Sebagian besar anak dengan ASD juga memiliki komorbid gangguan kesehatan mental. Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa hampir 78% anak dengan ASD setidaknya memiliki satu komorbid gangguan kesehatan mental, dan hampir setengahnya memiliki dua atau lebih gangguan kesehatan mental.
Tidak semua anak autistik memiliki kesulitan atau gangguan yang persis sama, itu sebabnya penanganan atau perawatan yang dilakukan pada anak dengan ASD membutuhkan pendekatan personal. Dengan demikian, terapi apapun yang mereka terima sesuai dengan yang mereka butuhkan. Terapi-terapi ini tentunya dilakukan oleh ahli seperti psikolog atau terapis perilaku.
Apa yang bisa kita lakukan?
Namun ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka dalam aktivitas sehari-sehari, terutama di sekolah. Baik orangtua maupun guru dapat mempraktekkan beberapa strategi berikut ini:
1. Memahami emosi yang mereka rasakan
Anak dengan ASD biasanya kurang memahami emosi yang dirasakan. Sayangnya, hal ini akan membuat anak autistik sulit meregulasi emosinya dan kadang muncul dalam bentuk luapan emosi, menyakiti diri sendiri, hingga kekerasan. Ajari anak autistik untuk memahami berbagai emosi yang berbeda.
2. Mengetahui apa pemicu munculnya emosi yang berlebih
Ketika anak autistik memperlihatkan perilaku yang sulit, orang dewasa biasanya menandai ini sebagai gejala autisme. Padahal, bisa jadi luapan emosi yang muncul merupakan reaksi akibat dipicu oleh suatu hal. Ketahuilah apa yang menjadi pemicu munculnya luapan emosi tersebut, sehingga dapat lebih dikontrol di kemudian hari.
3. Melakukan pendekatan melalui hal yang diminati
Anak dengan ASD memiliki ketertarikan yang sangat tinggi pada hal-hal tertentu. Kita dapat menggunakan hal ini untuk melakukan pendekatan dengannya. Misalnya ia sangat tertarik pada mobil, kita dapat memberikan perumpamaan tentang mobil dalam hal mengontrol emosi.
4. Selalu bersabar
Anak autistik umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses informasi yang mereka terima. Selain itu, mereka juga sering kali lupa waktu saat sedang mengerjakan sesuatu. Untuk menghindari munculnya rasa frustrasi (yang dapat memicu disregulasi perilaku dan emosi yang intens), beri waktu pada mereka untuk memproses informasi dan memberikan respons.
5. Lebih fleksibel
Selain karena setiap anak autistik ini memiliki derajat gangguan yang berbeda, mereka juga mengalami perubahan emosi setiap harinya. Oleh karena itu, kita pun perlu bersikap fleksibel saat berhadapan dengan anak-anak dengan ASD ini.
Kesehatan mental anak dengan ASD sangat penting dijaga untuk mendukung perkembangan mereka yang optimal.
Referensi:
- Supporting Mental Health in Children with Autism - Scanlan Center for School Mental Health (uiowa.edu)
- Autism and mental health