PSIKOLOGI ANAK

Overstimulasi pada Anak

Setiap anak memiliki kesiapan yang berbeda dalam mempelajari sesuatu. Bila stimulasi dilakukan tidak sesuai usia dan porsinya, dapat terjadi overstimulasi pada anak.

Anita Chandra, M.Psi. | 6 Juli 2020

Agar tumbuh kembang anak optimal, ia membutuhkan nutrisi dan stimulasi yang cukup. Stimulasi bahkan disebut-sebut punya andil dalam kecerdasan anak. Bagaimana cara memberikan stimulasi yang tepat agar tidak terjadi overstimulasi pada anak?

Berikan waktu yang cukup

Orangtua sebaiknya memberi stimulasi sesuai dengan tahapan perkembangan anak juga kesiapannya. Amati, bagaimana respons dan minat Si Kecil. Berikan waktu dan kebebasan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungannya secara mandiri.

Pemberian stimulasi yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan bayi juga tergolong overstimulasi. Misalnya menstimulasi bayi untuk berjalan padahal tulangnya belum kuat. Jika bayi mengalami overstimulasi, ia akan cenderung rewel, menangis atau memalingkan wajah dari objek stimulasi yang diberikan. 

Selain terkait kemampuan dan tahap perkembangannya, stimulasi yang diberikan juga sebaiknya diminati anak. Jika ia kelihatan tidak berminat, coba ganti dengan cara lain. Kadang orangtua tidak menyadari telah melakukan overstimulasi pada anak. Misalnya karena memberi seabrek mainan, rentang stimulasi terlalu lama, atau memaksakan aktivitas bermain yang tak disukai anak.

Dapat memengaruhi perkembangan anak

Stimulasi berlebih atau overstimulasi dapat menyebabkan anak tidak kooperatif, misalnya sering membangkang. Overstimulasi tidak baik bagi anak usia berapa pun, karena dapat memengaruhi perkembangannya.

Mari kita perhatikan beberapa aspek berikut:

  • Motorik

Jika anak belum ada pada tahap belajar berjalan, namun dipaksa untuk berdiri dan dititah, struktur kakinya dapat terganggu. Begitu pula dengan anak yang belum waktunya duduk namun dipaksa duduk sendiri, struktur tulang punggungnya bisa terganggu.

  • Bahasa

Jika saat kita mengajak anak menyanyi, bersenandung, atau mengobrol lalu ia merespons dengan tersenyum dan mengoceh, berarti stimulasi itu tepat untuknya. Sebaliknya, jika ia seakan tak peduli, coba cari tahu penyebabnya. Bisa jadi ia sakit, mengantuk, atau memang tidak tertarik pada rangsangan tersebut pada saat itu.

  • Sosial

Overstimulasi pada anak membuatnya tak nyaman dan tak aman. Akibat aspek sosialnya terganggu, anak jadi mudah marah, sulit bergaul dengan teman sebaya, atau butuh waktu beradaptasi yang cukup lama. Contoh paling sering adalah memaksa anak yang enggan bersalaman dengan orang yang baru dikenalnya.

Mungkin niat Anda adalah agar ia belajar bersosialisasi, sesuatu yang sesungguhnya bagus. Namun jika anak memperlihatkan reaksi yang enggan, lakukan saja di lain waktu. Sebaiknya orangtua mampu menciptakan kondisi alamiah yang memungkinkan Si Kecil memperoleh basic trust. Hal ini terkait erat dengan kelekatan orangtua dan anak.

Apa akibat overstimulasi?

Berikut adalah beberapa akibat overstimulasi pada anak:

  • Emosi negatif. Mudah marah, sering menangis, dan susah ditenangkan karena ia merasa bosan. Merasa tak dipahami orangtua.
  • Kemampuan belajar menurun. Mengajari bayi bertubi-tubi berbagai permainan sederhana, justru membuatnya sulit mencerna dan memahami stimulasi yang diberikan.
  • Menolak stimulasi. Bayi menolak stimulasi secara konsisten/ terus menerus, bukan hanya sesaat. Ia kurang responsif terhadap lingkungan.
  • Kurang istirahat. Efek lain dari overstimulasi adalah waktu istirahat anak terganggu.

Nah, sebagai orangtua sebaiknya kita memilah dan memilih mana stimulasi yang cocok untuk buah hati kita. Pengaruh informasi yang luar biasa dari media massa, sebaiknya disaring kembali. Satu hal yang pasti, Si Kecil membutuhkan kelekatan dengan Anda, orangtuanya.

Polling
Perlukah anak di imunisasi?
Silahkan Login untuk isi Polling LIHAT HASIL
Komentar
Silahkan Login untuk komentar
Punya pertanyaan seputar Ibu dan anak? Kamu bisa bertanya pada ahlinya di sini

Kirim Pertanyaan