Panduan Obat bagi Ibu Menyusui
Oleh: Desi Hariana | 2 Juli 2019
Para ahli telah melakukan penelitian mengenai kadar obat yang diterima bayi ketika di dalam kandungan, maupun saat menyusu. Sebenarnya, kadar obat yang diterima bayi melalui ASI hanya sekitar 10% dari yang dikonsumsi ibu. Berbeda dengan saat ia masih di dalam kandungan, janin menerima 5-10 kali lipat lebih banyak dari jumlah tersebut.
Itu sebabnya ibu yang menyusui tak perlu khawatir untuk mengonsumsi obat kala sakit, hanya sedikit sekali obat yang perlu diwaspadai dan dapat memberikan efek buruk pada bayi. Simak terus panduan obat bagi ibu menyusui berikut ini.
Kategori keamanan obat
Badan Kesehatan Dunia atau WHO, membagi kategori keamanan obat bagi ibu menyusui untuk memudahkan pemilihan obat. Termasuk dalam kategori ini adalah obat herbal ataupun zat kimia. Berikut pembagiannya:
1. Obat yang aman diberikan saat menyusui. Secara teori atau berdasarkan penelitian, terbukti tidak memiliki efek negatif pada bayi.
2. Obat dapat diberikan tetapi perlu pemantauan efek samping pada bayi. Dapat menyebabkan efek samping pada bayi, tetapi belum ada bukti yang menguatkan. Atau hanya sedikit sekali memberi efek samping. Obat dapat dihentikan penggunaannya atau dicari alternatif pengganti.
3. Obat yang perlu dihindari atau dipantau efek sampingnya pada bayi.
Ada laporan dapat menyebabkan efek samping yang serius. Penggunaan obat hanya jika benar-benar dibutuhkan dan tak ada alternatif lain.
4. Obat yang perlu dihindari karena dapat menghambat proses menyusui. Obat dapat mengurangi produksi ASI dan sebaiknya dihindari. Bila sangat diperlukan, bisa diberikan dalam jangka pendek. Kurangi risiko berkurangnya ASI dengan merangsang bayi lebih sering menyusu.
5. Obat yang perlu dihindari. Obat yang masuk ke dalam golongan ini adalah obat-obatan antikanker atau obat dengan radioaktif, seperti amfetamin, kemoterapi, ergotamin (obat migrain) dan statin (obat kolesterol). Bila memang penggunaan obat teramat perlu, sebaiknya ibu tidak menyusui hingga terapi selesai. Beberapa obat psikotropika (obat kejiwaan) sudah diperbolehkan untuk diberikan.
Obat dan produksi ASI
Beberapa obat dapat mengurangi jumlah ASI, seperti metergin (obat penekan perdarahan) atau kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen. Obat yang memberi efek banyak mengeluarkan urin (bersifat diuretik seperti furosemide) juga dapat mengurangi ASI. Sebaliknya, obat mual seperti metoklopramid atau cimetidine yang merupakan obat penyakit lambung, justru dapat merangsang ASI.
Faktor yang meningkatkan penyerapan obat melalui ASI
- Bayi yang minum banyak ASI memiliki risiko menyerap lebih banyak obat dibandingkan bayi yang minum sedikit. Hal ini juga dipengaruhi oleh berat badan dan usia bayi.
- Penyerapan ke bayi pun lebih rendah pada obat yang memiliki waktu paruh pendek atau yang berikatan kuat dengan protein.
- Obat yang dikonsumsi dalam 3-4 hari pasca persalinan memberi efek sangat rendah pada bayi, karena jumlah produksi susu juga masih sedikit.
- Biasanya, obat yang aman untuk bayi juga dianggap aman untuk ibu menyusui.
Hal yang perlu dipertanyakan sebelum mengosumsi obat
- Apakah terapi obat pada ibu menyusui benar-benar dibutuhkan? Jika ya, tanyakan pada dokter Anda, obat yang paling aman sesuai indikasi.
- Jika obat yang dibutuhkan berisiko mempengaruhi si kecil, pertimbangkan konsentrasi obat dalam darah saat proses menyusui. Salah satu caranya adalah meminum obat sesegera mungkin setelah memberi ASI, atau persis sebelum bayi tidur panjang.
Konsultan: dr. Ika Fitriana, Sp.PD
Referensi:
- Barghella V.Obstetric Evidence Based Guidelines (2nd edition), 2012.