Regresi pada Perkembangan Anak
Anissa Aryati | 9 September 2020
Jika anak sudah bisa jalan dua hingga tiga langkah sendiri, tapi kemudian malah minta dipegangi oleh ibu. Atau biasanya bisa mengambil benda yang ia inginkan sendiri, sekarang tidak mau mengambil atau minta diambilkan oleh orang yang ada di sekitarnya. Jika kemampuan anak mengalami kemunduran atau regresi, apa yang sebenarnya terjadi? Dan bagaimana orang tua menyikapinya?
Ketika terjadi regresi pada perkembangan anak
Ketika anak bertambah usia, selayaknya bertambah pula keterampilannya. Bertambahnya keterampilan anak akan terjadi secara bertahap atau yang kita sebut sebagai milestones, misalnya pada usia 4 bulan, anak sudah mulai babbling (belajar mengoceh), usia 6 bulan anak belajar duduk, dan di usia 1 tahun anak sudah mulai belajar berjalan.
Keterampilan yang telah dikuasai anak seharusnya memang tidak hilang. Namun jika hal ini terjadi, memang patut dipertanyakan. Dalam jangka waktu berapa lama anak tidak bisa melakukannya? Bila hanya satu dua hari saja, mungkin ia hanya perlu waktu untuk menyesuaikan diri dengan keterampilan barunya itu. Tetapi apabila berlangsung lama dan keterampilan barunya tak kunjung kembali, kondisi ini baru dapat dikategorikan regresi pada perkembangan anak.
Penyebab terjadinya regresi
Kemampuan anak yang tiba-tiba menghilang memang sering menimbulkan bermacam pertanyaan bagi orangtua. Apakah hal ini berkaitan dengan gangguan di otak, atau ada penyebab lainnya?
Sebenarnya ada banyak faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya regresi pada perkembangan anak, misalnya:
- Perubahan rutinitas dan suasana. Contohnya jika anak yang tadinya beraktivitas di rumah, lalu sekarang harus berada di daycare. Bisa saja hal-hal yang telah ia pelajari di rumah, tapi di tempat baru diajarkan dengan cara yang berbeda, sehingga anak bingung mempratekkannya. Pindah rumah juga dapat memberikan dampak pada perkembangan keterampilan anak.
- Kehamilan ibu atau kelahiran saudara baru. Kecemburuan akan pindahnya perhatian orang tua pada adik yang akan lahir, dapat menimbulkan sikap ‘memberontak’ pada anak. Hal ini dapat membuat anak tidak mau memperlihatkan keterampilan barunya.
- Penyakit berat yang diderita anak atau anggota keluarga. Anak sakit dapat menyebabkan aktivitasnya terhenti karena harus banyak beristirahat. Begitu pula jika orang yang mengasuhnya mengalami sakit, ia dapat mengalami kemunduran karena kurang latihan.
- Kematian orang dekat. Kesedihan dapat membuat anak menolak untuk melakukan keterampilan yang sudah ia kuasai.
- Konflik di dalam keluarga. Pertengkaran bahkan perpisahan orang tua dapat memberikan efek yang sama pada anak. Ia dihadapkan pada suasana tidak nyaman dan membuatnya mengelami regerasi.
Mengatasi regresi perkembangan pada anak
Sebelum membawa anak ke dokter atau psikolog untuk dilakukan intervensi, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk mengatasi kondisi ini:
- Limpahi anak dengan cinta dan perhatian yang ia butuhkan.
- Hindari memarahi anak karena ia akan semakin stres. Perlahan ajarkan kembali keterampilan yang pernah ia kuasai dan beri kesempatan anak melakukannya sendiri.
- Selalu memberi semangat dan pujian jika anak berhasil kembali menguasai keterampilannya.
- Buat jadwal dan rutinitas agar anak secara rutin dan teratur mempratekkan keterampilan yang orangtua ajarkan kepadanya, sehingga ia juga tidak mudah lupa dan mengalami kemunduran.
Hal ini memang memerlukan kesabaran dan orang tua juga perlu meluangkan waktu yang cukup banyak dengan anak, namun hal ini akan sangat berarti bagi perkembangan anak.
Apabila setelah diupayakan namun tidak nampak adanya kemajuan, perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan intervensi oleh ahlinya untuk mengatasi regresi pada perkembangan anak.
Referensi:
- https://www.healthychildren.org/English/ages-stages/toddler/toilet-training/Pages/Regression.aspx
- https://www.whattoexpect.com/toddler/behavior/acting-like-baby.aspx
- https://www.unitypoint.org/livewell/article.aspx