Sindrom Hiperlaktasi
Desi Hariana | 6 Agustus 2020
Pada umumnya, produksi ASI akan mengikuti kebutuhan atau yang disebut sebagai konsep ‘supply and demand’. Namun kadang terjadi produksi ASI berlimpah, melebihi kebutuhan bayi. Inilah yang disebut sindrom hiperlaktasi, yang terjadi di awal masa menyusui. Karena dapat berdampak terhadap pertumbuhan bayi, ibu perlu mengetahui penyebab serta gejala dari sindrom hiperlaktasi, serta cara mengatasinya.
Produksi ASI berlebih
Sindrom hiperlaktasi ini dapat terjadi akibat beberapa hal:
1. Manajemen ASI yang kurang tepat
Ibu menyusui yang memiliki aktivitas di luar rumah, biasanya akan memerah ASI untuk disimpan. Jika ibu memompa ASI hingga benar-benar habis, otak akan memberikan sinyal pada kelenjar penghasil ASI untuk meningkatkan produksinya. Oleh karena itu, usahakan agar dapat lebih sering menyusui secara langsung dan memerah ASI tidak sampai habis.
2. Hiperprolaktinemia
Ada gangguan dalam tubuh yang menghasilkan hormon prolaktin lebih banyak dari biasanya. Hormon prolaktin ini adalah hormon yang bertanggung jawab akan produksi ASI.
3. Jumlah alveoli yang lebih banyak
Alveoli atau kelenjar yang menghasilkan ASI di payudara setiap ibu memiliki jumlah antara 100-300 ribu. Ibu yang mengalami sindrom hiperlaktasi biasanya memiliki jumlah alveoli yang lebih banyak.
4. Ibu mengonsumsi obat-obatan tertentu
Beberapa obat dapat membuat produksi ASI ibu lebih banyak dari biasanya.
Tanda-tanda terjadinya sindrom hiperlaktasi
Gejala atau tanda-tanda sindrom hiperlaktasi ini dapat dirasakan oleh ibu dan juga perilaku bayi. Pada ibu, yang terasa adalah payudara sering terasa penuh dan kadang terasa sakit. ASI juga sering menetes dalam jumlah banyak sehingga breast pad lebih cepat basah.
Pada bayi, ini tanda-tandanya:
- Saat menyusu, bayi menarik diri dari puting ibu dan menjauh. Ini karena ASI memancar terlalu kuat dan cepat sehingga bayi kewalahan.
- Bayi hanya mau menyusu sekitar 5-10 menit, kemudian mengatupkan rahangnya.
- Bayi gelisah dan kadang menolak disusui, atau tidak menelan ASInya.
Dampaknya pada pertumbuhan bayi
Sindrom hiperlaktasi dapat berakibat buruk pada bayi. Mengapa demikian? ASI awal (foremilk) yang muncul di awal menyusui mengandung karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan dengan ASI akhir (hindmilk) yang baru muncul di akhir menyusui dan mengandung lemak lebih tinggi.
Bayi dari ibu yang mengalami sindrom hiperlaktasi hanya mengonsumsi foremilk dan tidak sampai ke hindmilk. Dikhawatirkan ia mengalami kekurangan nutrisi dan mengalami pertumbuhan berat badan yang lambat, bahkan mungkin berada di bawah rata-rata kurva pertumbuhan untuk usianya. Terlalu banyak foremilk juga dapat menyebabkan bayi mengalami gangguan pencernaan dan lebih banyak gas di perutnya.
Cara mengatasi sindrom hiperlaktasi
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan ibu untuk mengatasi kondisi hiperlaktasi ini, seperti:
- Ketika payudara terasa penuh, usahakan untuk memeras ASI lebih dahulu sebelum menyusui bayi agar alirannya tidak terlalu deras. Jangan terlalu banyak hingga hampir habis, tujuan memerah hanya agar ibu dan bayi merasa nyaman dan proses menyusui berjalan dengan tenang.
- Ibu agak bersandar ketika menyusui, posisikan payudara dan mulut bayi sejajar agar aliran ASI yang masuk ke mulut bayi juga tidak terlalu cepat atau terlalu banyak.
Umumnya sindrom hiperlaktasi akan kembali normal dengan sendirinya, namun ada juga yang bertahan hingga akhir masa menyusui. Namun jangan khawatir, jika ibu memahami sindrom hiperaktasi dan cara mengatasinya, tumbuh kembang bayi tak akan terganggu.
Referensi:
- https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/infant-and-toddler-health/expert-answers/hyperlactation/faq-20453399
- https://momabc.net/hyper-lactation-syndrome/