Waspada Kekerasan Finansial dalam Pernikahan
Desi Hariana | 5 Mei 2020
Selama ini kita mengenal beberapa jenis kekerasan atau abuse yang bisa terjadi dalam sebuah hubungan, misalnya kekerasan fisik, emosi, atau verbal. Ternyata ada juga yang disebut dengan kekerasan finansial, di mana umumnya juga terjadi pada hubungan dengan seorang yang narsisis (mencintai diri sendiri), atau pemarah. Seperti apa dan bagaimana bentuk kekerasan finansial ini? Yuk kita kupas lebih lanjut.
Mengontrol keuangan keluarga agar dapat berkuasa
Hal yang paling membahayakan dalam sebuah hubungan yang diwarnai dengan kekerasan adalah, apabila korban tidak menyadari atau merasa tak mampu membela dirinya sendiri. Kekerasan finansial dialami oleh 99% dari mereka yang juga mengalami kekerasan dalam bentuk lain dari pasangannya.
Kekerasan finansial adalah bentuk kekerasan dimana korban tak memiliki keleluasaan untuk mencari, menikmati, atau bahkan menyimpan uang sendiri. Pelaku menguasai keuangan korban, tak mau korban memiliki akses pada uang dan dapat melarikan diri serta hidup mandiri.
Korban akan ditutup dari semua akses yang berhubungan dengan sumber uang, dan dibuat sedemikian rupa agar tergantung pada pelaku. Selain itu, pelaku juga umumnya mengancam korban bahwa jika melawan, maka yang akan celaka bukan hanya dirinya, tapi juga anak-anak, keluarga, bahkan binatang peliharaan korban.
Wapada kekerasan finansial dalam pernikahan
Bisa jadi bukan Anda yang mengalaminya, tapi mungkin saja orang yang Anda kenal. Jika ada kenalan yang bercerita pada Anda mengenai beberapa hal berikut ini, waspadalah, kemungkinan ia mengalami kekerasan finansial dalam pernikahan:
- Melarang bekerja atau justru memaksa bekerja tapi hanya di kantor yang ia pilihkan.
- Meminta pasangan bekerja di perusahaan keluarga tapi tidak digaji.
- Tidak melibatkan pasangan dalam pertimbangan keuangan keluarga.
- Meminjam ke bank atau pemberi pinjaman lain atas nama pasangan, tapi tidak menuntaskan cicilan.
- Membuka akun bersama di bank, tapi bersikap seenaknya dengan uang di akun tersebut.
- Memberi uang belanja tapi harus melaporkan semua pembelian, bahkan lengkap dengan struknya.
- Tidak terbuka tentang penghasilannya.
- Meminta semua harta bersama dibuat akta/sertifikatnya atas nama dirinya (mobil, tanah, deposito, dan lain sebagainya).
- Mengambil uang pasangan tanpa minta izin, tapi jika pasangan berbuat yang sama ia akan mengamuk.
- Meminta semua password untuk akun maupun kartu kredit yang dimiliki pasangan.
- Membeli barang mahal tanpa berdiskusi lebih dulu dengan pasangan.
- Menyembunyikan atau menjual benda berharga yang dimiliki pasangan, tanpa izin.
- Memaksa pasangan menjual benda berharga yang dimiliki.
- Memeriksa isi ponsel pasangan karena merasa ia yang membelikan.
- Merasa tidak berkewajiban memenuhi kebutuhan keluarga, apalagi kebutuhan pribadi pasangan (jika ia suami).
- Mengontrol semua penghasilan pasangan dan hanya memberi uang saku terbatas (jika ia istri).
- Menakut-nakuti dengan perceraian, tapi ia tak akan membagi harta sama sekali, bahkan tak akan membayar tunjangan untuk anak.
Meski yang terjadi hanya satu hal, kondisi tersebut sudah bisa disebut sebagai kekerasan finansial dalam pernikahan. Jika Anda mengalaminya, mungkin juga teman, atau keluarga, ketahuilah bahwa kondisi ini tidak akan membaik, bahkan akan semakin memburuk. Butuh waktu untuk melepaskan diri dari kekerasan semacam ini, namun harus disertai dengan kekuatan hati. Dukungan dari orang yang mengerti tentang hukum akan sangat dibutuhkan.
Referensi:
- https://www.psychologytoday.com/intl/blog/here-there-and-everywhere/201907/are-you-experiencing-economic-or-financial-abuse
- https://www.womensaid.org.uk/information-support/what-is-domestic-abuse/financial-abuse/
- https://www.verywellmind.com/financial-abuse-4155224